Selasa, 10 April 2012

CYSTICERCOSIS


A.    Definisi Cysticercosis
Cysticercosis adalah systemic parasitic infestation yang disebabkan oleh cacing pita babi atau pork tapeworm, Taenia solium. Gejala-gejala dari penyakit ini disebabkan oleh pengembangan dari kista-kista berkarakteristik (cysticerci) yang paling sering mempengaruhi sistim syaraf pusat (neurocysticercosis), otot kerangka, mata-mata, dan kulit. Banyak individu-individu dengan cysticercosis tidak pernah mengalami gejala-gejala apa saja (asymptomatic).
Cacing pita (tapeworm) yang bertanggung jawab menyebabkan cysticercosis adalah endemic (selalu terdapat pada tempat tertentu) pada banyak bagian-bagian dari dunia yang sedang berkembang, termasuk Latin America, Asia, dan sub-Saharan Africa. Kejadian dari cysticercosis telah meningkat di Amerika yang disebabkan oleh imigrasi yang meningkat dari negara-negara yang sedang berkembang, dan diperkirakan bahwa kira-kira 1,000 kasus-kasus baru dari cysticercosis didiagnosa setiap tahun di Amerika. Neurocysticercosis adalah penyebab yang memimpin dari penimbulan-penimbulan seizures dewasa di seluruh dunia.
Secara sejarah, penyakit telah dikenali sejak kira-kira 2000 B.C. oleh orang-orang Mesir dan belakangan digambarkan pada babi-babi oleh Aristotle. Penyakit juga dikenali oleh dokter-dokter muslim dan diperkirakan menjadi penyebab (alasan) untuk larangan makan babi untuk kaum islam. Pada tahun 1850an, penyelidik-penyelidik Jerman menggambarkan siklus kehidupan dari T. solium.
B.     Penyebab Cysticercosis
Cysticercosis disebabkan oleh penebaran dari bentuk larva dari cacing pita babi, Taenia solium. Jika telur-telur dari Taenia solium dimakan oleh manusia-manusia, telur-telur cacing pita menetas dan embrio-embrio menembus dinding usus dan mencapai aliran darah. Pembentukan dari kista-kista pada jaingan-jaringan tubuh yang berbeda menjurus pada perkembangan dari gejala-gejala, yang akan bervariasi tergantung pada lokasi dan jumlah dari kista-kista.
C.    Penularan Cysticercosis
Manusia-manusia adalah tuan rumah untuk Taenia solium, dan mereka mungkin membawa cacing pita dalam usus mereka, seringkali tanpa gejala-gejala. Telur-telur cacing pita secara periodik dikeluarkan dalam feces oleh reservoir (lubuk penyimpanan) manusia, dan secara khas bab-babi memakan telur-telur dalam makanan atau air yang terkontaminasi. Babi-babi secara berangsur-angsur terinfeksi dan mengembangkan cysticerci dalam jaringan tubuh mereka. Jika manusia-manusia memakan daging babi mentah atau kurang matang yang terinfeksi, siklus kehidupan dari cacing pita menjadi komplit dan siklus berlanjut.
Cysticercosis manusia, bagaimanapun, berkembang setelah manusia-manusia memakan telur-telur Taenia solium. Telur-telur secara khas disebar via makanan, air, atau permukaan-permukaan yang terkontaminasi dengan feces yang terinfeksi. Seringkali, telur-telur mungkin disebar dari tangan-tangan penjual-penjual makanan yang terinfeksi yang tidak membersihkan tangan-tangan mereka atau dari makanan-makanan yang diberi pupuk/diirigasi dengan air yang mengandung feces manusia yang terinfeksi. Meskipun sumber dari penularan fecal-oral ini seringkali terjadi dari individu-individu terinfeksi lain, adalah juga mungkin untuk individu-individu yang membawa cacing pita untuk menginfeksi diri mereka sendiri. Siklus kehidupan dari T. solium ditunjukan dibawah, dan gambar-gambar dari kista-kista (cysts) pada jaringan-jaringan dapat ditemukan pada referensi terakhir yang didaftar dibawah.
D.    Gejala-Gejala Dari Cysticercosis
Gejala-gejala dari cysticercosis mungkin berkembang dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi awal (periode inkubasi). Gejala-gejala akan tergantung pada lokasi dan jumlah dari cysticerci, meskipun banyak individu-individu dengan cysticercosis tidak akan pernah mengembangkan gejala-gejala apa saja sama sekali. Mayoritas dari pasien-pasien dengan cysticercosis yang pergi ke dokter mempunyai keterlibatan sistim syaraf pusat (neurocysticercosis atau NCC). Gejala-gejala dari neurocysticercosis mungkin termasuk yang berikut:
  • Mual dan muntah
  • Sakit kepala
  • Kelesuan
  • Kebingungan
  • Perubahan-perubahan penglihatan
  • Kelemahan atau mati rasa
  • Seizure (seringkali gejala yang mempresentasikan diri, terjadi pada kira-kira 70% dari orang-orang dengan NCC)
Keterlibatan dari jaringan-jaringan tubuh lain mungkin menyebabkan pembengkakan otot keragka, kista-kista subcutaneous, dan perubahan-perubahan penglihatan dari kista-kista yang menginfeksi mata-mata.
E.     Mendiagnosa Cysticercosis
Diagnosis dari cysticercosis dapat adakalanya menjadi sulit, dan ia mungkin memerlukan gabungan dari tes-tes dan studi-studi pencitraan untuk membuat diagnosis. Pada umumnya, bagaimanapun, presentasi klinik pasien bersama dengan hasil-hasil pencitraan radiographic yang abnormal (CT scan dari otak/MRI dari otak) menjurus pada diagnosis dari neurocysticercosis. Gambar-gambar dari kista-kista dalam otak dapat ditemukan pada referensi pertama yang didaftar dibawah. Pengujian darah dapat adakalanya digunakan sebagai tambahan yang berarti dalam membuat diagnosis, meskipun itu tidak selalu bermanfaat atau akurat. Tes-tes ini biasanya dilakukan oleh spesialis-spesialis labs. Jarang, biopsi dari jaringan yang terpengaruh mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis. Studi-studi feces adakalanya juga diperoleh karena mereka mungkin mengandung telur-telur parasit yang dapat diidentifikasi.
F.     Perawatan Untuk Cysticercosis
Perawatan dari cysticercosis tergantung pada banyak faktor-faktor, termasuk gejala-gejala individu, lokasi dan jumlah dari cysticerci, dan keadaan dari perkembangan kista. Dikatakan secara umum, perawatan disesuaikan pada setiap individu pasien dan presentasi tertentu mereka, dan regimen-regimen perawatan mungkin termasuk agent-agent anthelmintic, corticosteroids, obat-obat anticonvulsant, dan/atau operasi. Pasien-pasien yang asimptomatik mungkin sama sekali tidak memerlukan perawatan apa saja. Kontroversi ada atas pasien-pasien mana memerlukan perawatan dengan beragam obat-obat.
Agent-agent anthelmintic yang paling umum digunakan termasuk albendazole dan praziquantel yang lebih kurang umum. Obat-obat antiparasit ini adalah efektif dalam mengeliminasi cysticerci yang dapat hidup terus meskipun mereka mungkin menyebabkan peradangan ditempat yang reaktif. Dengan konsekwen, penggunaan obat-obat ini harus dievaluasi atas dasar kasus per kasus. Lebih dari satu perjalanan perawatan mungkin perlu untuk mengeliminasi secara komplit kista-kista yang aktif.
Corticosteroids mungkin juga digunakan dalam hubungan dengan, atau sebagai gantinya, obat-obat antiparasit. Corticosteroids digunakan untuk mengurangi peradangan namun tidak aktif melawan parasit. Sekali lagi, perawatan dengan obat-obat ini harus disesuaikan ke setiap kasus individu. Konsultasi dengan ahli penyakit infeksius direkomendasikan.
Obat-obat anticonvulsant digunakan pada pasien-pasien dengan neurocysticercosis yang mengalami seizures atau berada pada risiko yang lebih tinggi untuk seizures yang berulang. Beragam obat-obat anticonvulsant, seperti carbamazepine (Tegretol) atau phenytoin (Dilantin), mungkin diresepkan. Konsultasi dengan neurologist (ahli syaraf) yang berpengalaman mungkin bermanfaat untuk menentukan perawatan-perawatan pasien.
Manajemen operasi mungkin juga perlu pada kasus-kasus cysticercosis yang dipilih. Pengangkatan kista-kista sistim syaraf pusat secara operasi atau penempatan dari langsiran otak atau brain shunt (untuk membebaskan tekanan) adakalanya perlu pada beberapa kasus-kasus dari neurocysticercosis. Kasus-kasus tertentu dari cysticercosis yang melibatkan mata-mata atau kista-kista subcutaneous mungkin juga memerlukan operasi.
Komplikasi-Komplikasi Dari Cysticercosis
Komplikasi-komplikasi yang potensial dari cysticercosis mungkin termasuk yang berikut:
Pada umumnya, prognosis untuk mayoritas dari pasien-pasien dengan cysticercosis adalah sanagt baik dengan manajemen yang benar. Pasien-pasien dengan NCC dan seizures mempunyai prognosis yang baik jika pasien memperoleh obat-obat antiseizure dan jika luka akut hilang pada pemeriksaan-pemeriksaan CT yang berikut.
Mencegah Cysticercosis
Pencegahan dari cysticercosis dapat dicapai melalui beragam langkah-langkah termasuk yang berikut:
  • Pendidikan publik yang menyangkut parasit dan rute penularannya
  • Menghindari daging babi yang mentah atau kurang masak (USDA berkata daging babi yang aman termasak mencapai 160 derajat F) di area-area endemik
  • Menghindari rute-rute penularan fecal-oral yang potensial melalui mencuci tangan, kebersihan pribadi yang baik, serta melalui penanganan dan persiapan dari makanan-makanan yang benar
  • Inspeksi daging dan pembuangan yang benar dari daging yang terinfeksi di area-area endemik
  • Langkah-langkah sanitari yang diperbaiki untuk pembuangan sisa-sisa manusia di area-area endemik
  • Menyaring (screening) kontak-kontak dari individu-individu yang terinfeksi dan melembagakan perawatan yang benar 
  • Mengembangkan vaksin untuk pencegahan cysticercosis, yang mungkin digunakan di masa depan; sekarang ini, tidak ada vaksin yang disetujui untuk penggunaan pada manusia-manusia.
 

Ancaman Demam Berdarah Hanta








Kalau selama ini kita selalu dihantui sama dengan Demam Berdarah Dengue, maka penyakit Demam Berdarah Hanta pun patut kita waspadai karena sama-sama fatal.
Demam Berdarah Hanta ini disebabkan juga oleh virus. Namun Infeksi virus Hanta merupakan infeksi pada binatang yang ditularkan ke manusia, merupakan salah satu penyakit emerging pathogenic virus disease yang perlu diperhatikan mengingat, dua bentuk manifestasi klinik berat yang sangat berbeda tergantung pada strain penyebab dan binatang pembawanya.
Di Indonesia, infeksi tersebut merupakan salah satu penyakit yang disebut new emerging disease di samping penyakit yang lain seperti influenza H1N1, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), infeksi HIV/AIDS, Meningitis meningokokus, Hand Foot & Mouth disease. Infeksi virus Hanta pada manusia menyebabkan dua jenis penyakit yaitu pertama Demam Berdarah dengan Gangguan Ginjal (Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome = HFRS) dan kedua Hantavirus Cardio Pulmonary Syndrome (HCPS) yang banyak ahli menyebut Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS).
            Di Indonesia sebenarnya telah ditemukan pada tiga spesies tikus, seperti hasil penelitian ibrahim dkk pada tahun 1999-2000 di daerah daerah di Indonesia, yaitu Pulau Batam, Serang, Kemayoran, Subang, Semarang dan Wonosobo. Di Semarang kejadian infeksi virus Hanta pada manusia dilaporkan oleh Suharti dkk (2002), dari 94 sediaan darah kasus yang suspek demam berdarah dengue (DBD), terdapat 10 kasus hasilnya bukan DBD melainkan Demam Berdarah Hanta, dengan pemeriksaan serologik virus Hanta yang spesifik. Milanti dkk (2005) di Bandung melaporkan dua penderita demam berdarah yang disangka Demam Berdarah Dengue, ternyata pemeriksaan antibodi anti-HTV (HantaVirus) menunjukkan hasil yang positif.
A.    Penyebaran Demam Berdarah Hanta
       Di Asia Tenggara, infeksi virus Hanta pada manusia dilaporkan di Korea, Filipina, Singapore, Thailand dan Indonesia. Infeksi virus Hanta ditularkan lewat binatang pengerat (rodent) seperti tikus, yang merupakan host reservoir melalui urin dan feses. Pada binatang itu sendiri tidak menyebabkan penyakit, tetapi dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Manusia dapat terinfeksi melalui inhalasi (terhisap), jika seseorang terhirup debu yang tercemar ekskreta (feses, urin, saliva) yang berasal dari tikus yang terinfeksi. Debu yang tercemar ini dapat bertaburan ketika seseorang membersihkan rumah yang sudah lama tidak dihuni. Virus dapat dijumpai pada paru, limpa dan ginjal binatang rodensia yang terinfeksi dalam waktu yang lama. Di samping itu, gigitan rodensia yang terinfeksi dan memakan makanan yang tercemar oleh urin, feses dan saliva dari binatang pengerat yang terinfeksi juga dapat menjadi penyebab penyebaran infeksi virus. Diperkirakan saliva rodensia mempunyai peranan penting dalam transmisi horizontal di antara rodensia atau dapat terjadi melalui kontak fisik seperti bertengkar atapun yang lain. Penularan dari manusia ke manusia sudah ada kasusnya di Argentina.
A.    Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dianggap beresiko untuk terjadinya infeksi Demam Berdarah Hanta adalah bila seseorang tinggal di rumah yang angka kepadatan tikus tinggi, hal ini ditunjukkan dari studi kasus kontrol yang menyatakan bahwa faktor resiko kuat adalah meningkatnya jumlah rodensia (tikus) di rumah. Studi lain menunjukkan bahwa resiko tinggi, bila seseorang masuk gedung atau rumah yang jarang dibuka atau jarang di huni. Faktor-faktor lain adalah yang berkaitan dengan resiko pekerjaan seperti petani padi/gandum, pekerja pertanian, ahli biologi yang bekerja dilapangan, petugas instalasi telepon, air minum, listrik, pegawai bangunan, orang yang senang berkemah atau mungkin juga pejalan kaki. Travelling ke daerah dimana terjadi infeksi virus Hanta dilaporkan tidak dianggap sebagai faktor resiko, karena paparan virus Hanta sangat kecil bila dikaitkan dengan kontaknya rodensia.
B.     Gejala Klinik.
Masa inkubasi Demam Berdarah Hanta secara umum adalah antara 9 – 33 hari dengan dibagi 4 fase pada HFRS dan 3 fase pada HPS.
Fase demam, hampir semua penderita merasakan demam dan dapat mencapai suhu 40 derajat selsius, menggigil, nyeri perut dan badan lemah, terjadi flushing pada kulit muka, leher dan kepala, timbul petechiae (mirip dengan demam berdarah dengue), bisa juga timbul perdarahan pada konjuntiva mata (mirip dengan leptospirosis). Fase ini berlangsung 4-6 hari.
Fase hipotensi
Fase oliguri, dengan kecenderungan air seninya berdarah, edema paru yang bisa saja berakhir dengan kematian akibat syok dan gagal ginjal.
Fase diuretik, volume air seni yang dapat mencapai 3-6 liter/hari (setelah fase oliguri berakhir), timbul dehidrasi berat yang dapat menyebabkan syok berat dan berakhir juga dengan kematian. Fase ini timbul pada hari ke 12-14 hari selama 2-3 minggu.
C.    Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan secara khusus yang berguna secara klinis adalah ELISA, Uji IgM capture ELISA, HTN IgG EIA test. Disamping pemeriksaan darah rutin lainnya.
D.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang sangat membantu adalah pemeriksaan foto toraks dan rekam jantung (EKG).
E.     Pengobatan Demam Berdarah Hanta
Pengobatan spesifik terhadap virus Hanta sampai saat ini belum ada, yang dilakukan hanyalah memberikan pengobatan suportif dan simtomatis seperti rehidrasi dan penanganan gagal nafas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
  1. Penerapan Universal Caution secara sempurna di ruang perawatan
  2. Pengobatan suportif umumnya dilakukan termasuk pemantauan hemodinamik, dengan pemasangan line arteria dan kateter arteri pulmonalis
  3. Pembatasan cairan, walaupun secara faktual adanya hemokonsentrasi dan hipotensi. Hal ini mengingat bahwa kelebihan cairan akan memperburuk insufisiensi respirasi, yang berakibat meningkatnya kebocoran vaskuler yang akhirnya cairan masuk ke dalam jaringan paru.
  4. Suplemen oksigen melalui hidung atau dengan masker venturi atau mungkin juga menggunakan alat ventilator bila terjadi insufisiensi respirasi berat.
  5. Vasopressor dianjurkan untuk memperbaiki hipotensi, misalnya dobutamin
  6. Antibiotika, dapat diberikan dengan tujuan untuk menanggulangi infeksi sekunder, bila ada demam dan sesak nafas, sering diberikan golongan sefalosporin dan aminoglikosida.
  7. Ribavirin intravena dapat diberikan dengan dosis 1 gram, tiap 6 jam, tetapi bukti nyata perbaikan penyakitnya masih kontroversi dan disamping itu obat Ribavirin ini masih langka dan belum tentu ada tersedia. 
  8. Sebaiknya penderita Demam Berdarah Hanta tipe HPS ini dirawat di ruang ICU, bila terjadi gagal nafas akibat Acute Respiratory Distres Syndrome (ARDS).  
Sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/07/18/ancaman-demam-berdarah-hanta/